Kamis, 19 April 2012

Saling Janji Untuk Menikah


Fenomena yang seringkali terjadi di tengah masyarakat adalah adanya sepasang kekasih yang memadu janji untuk saling memiliki dan nantinya akan membangun mahligai rumah tangga.
Hampir di setiap wilayah kehidupan kita mendapati adanya dua sejoli memadu kasih dan saling mengikat diri dengan janji-janji. Bahkan terkadang hal yang sama meski tidak terlalu vulgar, terjadi juga pada para aktifis dakwah. Barangkali karena frekuensi pertemuan di antara mereka yang lumayan sering, sehingga menimbulkan jenis perasaan tertentu yang sulit digambarkan.
Barangkali kondisi ini agak dilematis. Sebab di satu sisi mereka paham bahwa hubungan antara pria dan wanita itu terbatas, namun di sisi lain di dalam
jiwa mereka yang masih muda ada perasaan yang mendorong untuk tertarik dengan sesama rekan aktifisnya yang lain jenis. Interaksi yang intensif dan tuntutan dinamika pergerakan terkadang ikut menyuburkan perasaan-perasaan `aneh` itu.
Maka istilah CBSA terdengar dengan singkatan Cinta Bersemi Setelah Aksi. Hubungan yang awalnya agak kaku, tertutup, terhijab mulai mencair dan terasa lebih melegakan. Namun terkadang ada kasus dimana keterbukaan itu tidak hanya berhenti sampai disitu, lebih jauh sampai kepada hal-hal yang lebih pribadi dan ujung-ujungnya adalah sebuah janji untuk nantinya menikah.
Bagaimanakah syairat Islam memandang fenomena ini, khususnya janji antara dua sejoli untuk menikah ? Adakah landasan syar`inya ? Bisakah hal itu dibenarkan ?
I. Hukum Berjanji
Berjanji itu harus ditepati dan melanggar janji berarti berdosa. Bukan sekedar berdosa kepada orang yang kita janjikan tetapi juga kepada Allah. Dasar dari wajibnya kita menunaikan janji yang telah kita berikan antara lain adalah :
a. Perintah Allah SWT dalam Al-Quran
Allah SWT telah memerintahkan kepada setiap muslim untuk melaksanakan janji-janji yang pernah diucapkan.
Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu . Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.(QS. An-Nahl : 91)
Dan janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu, yang menyebabkan tergelincir kaki sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan kemelaratan karena kamu menghalangi dari jalan Allah; dan bagimu azab yang besar.(An-Nal : 94)

b. Menunaikan Janji Adalah Ciri Orang Beriman
Allah menyebutkan dalam surat Al-Mu`minun tentang ciri-ciri orang beriman. Salah satunya yang paling utama adalah mereka yang memelihara amanat dan janji yang pernah diucapkannya.
Telah Beruntunglah orang-orang beriman, yaitu yang ?. dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya.(QS. Al-Mu`minun : 1-6) 1.
Ingkar Janji Adalah Perbuatan Syetan
Ingkar janji itu merupakan sifat dan perbuatan syetan. Dan mereka menggunakan janji itu dalam rangka mengelabuhi manusia dan menarik mereka ke dalam kesesatan. Dengan menjual janji itu, maka syetan telah berhasil menangguk keuntungan yang sangat besar. Karena alih-alih melaksanakan janjinya, syetan justru akan merasakan kenikmatan manakala manusia berhasil termakan janji-janji kosongnya itu.
Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.(QS. An-Nisa : 120)
d. Ingkar Janji Adalah Sifat Bani Israil
Ingkar janji juga perintah Allah kepada Bani Israil, namun sayangnya perintah itu dilanggarnya dan mereka dikenal sebagai umat yang terbiasa ingkar janji. Hal itu diabadikan di dalam Al-Quran Al-Kariem.
Hai Bani Israil , ingatlah akan ni`mat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku , niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut .(QS. Al-Baqarah : 40)
2. Janji Yang Mungkar
Namun janji itu hanya wajib ditunaikan manakala berbentuk sesuatu yang hala dan makruf. Sebaliknya bila janji itu adalah sesuatu yang mungkar, haram, maksiat atau hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan syariat Islam, maka janji itu adalah janji yang batil. Hukumnya menjadi haram untuk dilaksanakan.

Misalnya seseorang berjanji untuk berzina, minum khamar, mencuri, membunuh atau melakukan kemaksiatan lainnya, maka janji itu adalah janji yang mungkar. Haram hukumnya bagi seorang muslim untuk melaksanakan janjinya itu. Meski pun ketika berjanji, dia mengucapkan nama Allah SWT atau sampai bersumpah. Sebab janji untuk melakukan kemungkaran itu hukumnya batal dengan sendirinya.

Dalam kasus tertentu, bila seseorang dipaksa untuk berjanji melakukan sesuatu yang bertentangan dengan syariat Islam, tidak ada kewajiban sama sekali baginya untuk menunaikannya. Misalnya, seorang prajurit muslim dan disiksa oleh lawan. Lalu sebagai syarat pembebasan hukumannya, dia dipaksa berjanji untuk tidak shalat atau mengerjakan perintah agama. Maka bila siksaan itu terasa berat baginya, dia diberi keringanan untuk menyatakan janji itu, namun begitu lepas dari musuh, dia sama sekali tidak punya kewajiban untuk melaksanakan janjinya itu. Sebab janji itu dengan sendirinya sudah gugur.

Dalam kasus Amar bin Yasir, hal yang sama juga terjadi dan Allah SWT memberikan keringanan kepadanya untuk melakukannya.
Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman , kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman , akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.(QS. An-Nah; : 106)
II. Janjian Untuk Menikah
Janji yang diucapkan oleh laki-laki yang bukan mahram dan bukan dalam status mengkhitbah itu tidak mengikat buat seorang wanita untuk menikah dengan orang lain atau menerima khitbah dari orang lain. Karena itu baru sekedar janji dan bukan khitbah.

Jadi di tengah jalan, wanita itu sha-sah saja bila menikah dengan orang lain dengan atau tanpa alasan apapun. Kecuali bila anda telah mengkhitbahnya/melamarnya secara syar`i. Karena khitbah memiliki kekuatan hukum yang mengikat calon pengantin wanita.

Sebenarnya dalam Islam tidak dikenal janji seperti itu karena memang tidak memiliki kekuatan hukum. Jadi tidak ubahnya seperti pacaran dan janji-janji sepasang kekasih yang kedudukannya tidak jelas.Janji untuk menikahi yang dikenal dalam Islam adalah khitbah itu sendiri. Ini adalah sejenis ikatan meski belum sampai kepada pernikahan. Begitu menerima dan menyetujui suatu khitbah dari seorang laki-laki, maka wanita itu tidak boleh menerima lamaran orang lain. Meski belum halal, tetapi paling tidak sudah berbentuk semi ikatan. Orang lain tidak boleh mengajukan lamaran pada wanita yang sedang dalam lamaran.

Menurut hemat kami, bila memang masih jauh untuk siap menikah, sebaiknya anda tidak usah terlalu memberi perhatian dalam masalah hubungan dengan wanita terlebih dahulu. Apapaun bentuknya. Dan tidak perlu membentuk hubungan khusus dengan siapa pun. Nanti pada saatnya anda siap berumah-tangga, maka silahkan ajukan lamaran kepada wanita yang menurut anda paling anda sukai. Jadi lebih real dan lebih pasti.
Dan ketahuilah bahwa para wanita umumnya lebih suka pada sesuatu yang pasti ketimbang digantung-gantung tidak karuan. Atau diberi janji-janji yang tidak jelas apa memang mungkin terlaksana atau hanya gombalisme belaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar